Sunyi senyap berselimut airmata diantara tawa angkuh sang purnama yang menghujam jiwa dengan racun sinarannya. Nafsu yang terus kuasai logika, tanpa ampun terus menjerat pikiran dengan semua kilah tentang memori kelabu yang naungi perjalanan hidupku.
Dinginnya angin malam seakan menertawakan kesendirianku, menelusup masuk melewati jendela kamar yang terbuka. Gelap ini mengisolasiku. Di sini aku berdiri, di atas jalan terjal dan berliku yang mulai lelah ku tapaki. Mencoba tuk membaca arti dari kesendirian.
Nyalang hitam terus berputar di atas kepala yang terbalut kesunyian. Hingar bingar caci maki kian lantang menghimpit akal. Mengapa mereka bilang Aku pengecut karena memendam luka? Mengapa mereka bilang Aku tak berharga karena Aku tak punya apa yang mereka punya? Mengapa mereka bilang Aku egois, ketika Aku menceritakan semua impian dan harapanku?
Rindu aku mendengar nyanyian lirih sang nurani di tengah alunan simphoni kehidupan. Rindu aku melihat tawa riang sang jiwa yang melangkah mengikuti irama takdir. Kesunyian pun terus berceloteh, membisikkan dusta dan kemunafikan. Hingga ragaku tersesat dalam pekatnya airmata yang semakin liar memojokkanku di sudut keterasingan.
Akankah datang secercah cahaya yang akan menuntunku menuju kedamaian yang abadi? Akankah hadir seorang teman yang sudi mencairkan murka? Akankah terulur sedikit senyuman manis dari seseorang yang menjadikan aku sebagai teman, bukan sebagai budak atupun raja?
Lama aku terjebak diantara pertanyaan dan harapan yang sama. Lalu muncullah satu pertanyaan lagi di otakku. "Akankah terbalut semua perih di hati ini hanya dengan mengharapkan sesuatu yang belum pasti kedatangannya?" Hitampun terasasemakin pekat, sejenak ku tersadar diri ini semakin tersesat dalam buai angan-angan, dan terbersit keinginan untuk bangkit tanpa mengandalkan belas kasih dari orang lain, berpijak pada keyakinanku sendiri,pada harapan yang pudar oleh kebodohanku yang terbutakan oleh dunia yang memang di ciptakan sebagai tempatnya segala tipu daya dan cobaan.
Ku coba tuk terus melangkah, walau ringkih jalan terjal dan berkerikil ini kan ku susuri. Hingga tak terhembus lagi nafas di dada. Hingga tak ada lagi asa yang tersisa. Seketika ku palingkan wajahku dari semua beban, Ku ikuti laju suara hati ini,menyusuri lorong kekosongan yang bersemayam di lubuk hati terdalamku.
Untuk pertama kalinya aku rebah dalam pangkuan takdir. Ku menangis sejadi-jadinya, terus tengadah layangkan hiba dan serahkan semuanya pada yang Maha Kuasa. Ku temukan setitik cahaya yang redup namun menghangatkan, cahaya yang telah lama ku tinggalkan demi sampah yang di namakan dunia.
Ku pun tertunduk semakin dalam, mencoba mengungkap ada apa dengan semua cobaan yang kualami. Mulai ku sadari bahwa Allah mempunyai banyak rahasia, pasti ada hikmah dibalik jalan yang telah di tentukan oleh-Nya. Gema adzan sentuh telinga, Aku terbuai oleh suara lirih dari orang-orang yang menyebut nama-Nya. Mengagungkan kebesaran-Nya.
Di sudut pagi aku tercekat dalam bius senyap. Inikah anugerah? Membiarkan anganku terus terbang menjelajahi titik sadarku? Ataukah akan menjadi sebuah malapetaka di hari esok, dimana semuanya terlupakan ketika senyuman itu terukir di wajah yang hari ini menangis karena mengingat semua perbuatan dosa yang kucipta?
Ya Allah maafkan aku, karena tak kuasa menahan dosa yang tercipta dalam setiap nafas yang ku hela.Ya Allah, maafkan Aku, karena Aku tak tahu cara meminta maaf.
Ya Allah maafkan Aku.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar